Rabu, 28 November 2012
Kewajiban Bersyukur
Banyak dari kita yang hafal Al-Qur`an, namun sedikit saja
yang memahami maknanya. Pernahkah kita terpikir untuk menyelami makna
ayat-ayat Al-Qur`an? Ada satu ayat di dalam surat Al-Fatihah yang
sejatinya membuat kita merendahkan hati, mengingatkan kita bahwa
berterimakasih dan bersyukur kepada Allah adalah sebuah kewajiban. Untuk
berterimakasih kepada Allah, pertama-tama kita harus mengingat akan
karunia yang telah kita dapatkan, dan kita pun harus menyadari bahaya
yang timbul dikarenakan kita tidak bersyukur. Selanjutnya adalah
bagaimana caranya untuk menunjukkan rasa syukur kita kepada-Nya.
Allah SWT menyediakan ruang dan kondisi agar manusia bisa melanjutkan
hidup. Jarak bumi dari matahari memungkinkan ada dan berlangsungnya
kehidupan di planet ini. Satu jarak dari matahari, yang jika lebih dekat
akan membuat makhluk hidup di atasnya akan terpanggang kepanasan; dan
jika lebih jauh, akan membeku kedinginan. Diciptakan-Nya lintasan bumi
berbentuk elips dengar gravitasi yang tepat terukur, tidak bundar, agar
ia tidak tersedot atau terpental dari matahari yang juga berputar. Bulan
dijadikan-Nya sebagai satelit bumi untuk melindunginya dari serangan
komet dan sejenisnya dan menjadikan kecepatan gerak putar bumi tetap
stabil. Diberikan-Nya bumi, gaya gravitasi yang tepat, agar ketika
berjalan kita tidak melayang atau tersedot
Betapa besar karunia dan kasih sayang Allah Subhanahu wa Ta’ala
kepada hamba-hamba-Nya. dlm realita kehidupan kita menemukan keadaan yg
memprihatinkan. Yaitu mayoritas manusia dlm keingkaran dan kekufuran
kepada Pemberi Nikmat. Puncak adl menyamakan pemberi ni’mat dgn makhluk
yg keadaan makhluk itu sendiri sangat butuh kepada Allah Subhanahu wa
Ta’ala
Ketahuilah bahwa keni’matan yg berlimpah ruah bukanlah tujuan
diciptakan manusia dan bukan pula sebagai wujud cinta Allah Subhanahu wa
Ta’ala kepada manusia tersebut. Allah Subhanahu wa Ta’ala menciptakan
manusia utk sebuah kemuliaan bagi dan menjadikan segala ni’mat itu
sebagai perantara utk menyampaikan kepada kemuliaan tersebut. Tujuan itu
adl utk beribadah kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala saja sebagaimana hal
ini disebutkan dlm firman-Nya:
“Dan tidaklah Aku menciptakan jin dan manusia melainkan agar mereka menyembah kepada-Ku.”
“Dan tidaklah Aku menciptakan jin dan manusia melainkan agar mereka menyembah kepada-Ku.”
Berikut kisah menarik tentang pandangan bersyukur yang pernah terjadi pada Bani Israil.
Umat Nabi Musa a.s. disebut dengan Bani Israil. Kaum ini keturunan
dari Nabi Ishaq a.s yang merupakan anak dari Nabi Ibrahim a.s dari pihak
ibu yaitu siti Sarah, sedangkan dari Nabi Ismail a.s yang beribukan
Siti Hajar maka kelak akan melahirkan keturunan bangsa Arab. Nabi Musa
a.s memiliki ummat yang jumlahnya sangat banyak dan umur mereka
panjang-panjang. Mereka ada yang kaya dan juga ada yang miskin. Suatu
hari ada seorang yang miskin datang menghadap Nabi Musa a.s.. Ia begitu
miskinnya pakaiannya compang-camping dan sangat lusuh berdebu. Si miskin
itu kemudian berkata kepada Baginda Musa a.s., “Ya Nabiullah,
Kalamullah, tolong sampaikan kepada Allah s.w.t. permohonanku ini agar
Allah s.w.t. menjadikan aku orang yang kaya.” Nabi Musa a.s. tersenyum
dan berkata kepada orang itu, “Saudaraku, banyak-banyaklah kamu
bersyukur kepada Allah s.w.t.”. Si miskin itu agak terkejut dan kesal,
lalu ia berkata, “Bagaimana aku mau banyak bersyukur, aku makan pun
jarang, dan pakaian yang aku gunakan pun hanya satu lembar ini saja”!.
Akhirnya si miskin itu pulang tanpa mendapatkan apa yang diinginkannya.
Beberapa waktu kemudian seorang kaya datang menghadap Nabi Musa a.s..
Orang tersebut bersih badannya juga rapi pakaiannya. Ia berkata kepada
Nabi Musa a.s., “Wahai Nabiullah, tolong sampaikan kepada Allah s.w.t.
permohonanku ini agar dijadikannya aku ini seorang yang miskin,
terkadang aku merasa terganggu dengan hartaku itu.” Nabi Musa a.s.pun
tersenyum, lalu ia berkata, “Wahai saudaraku, janganlah kamu bersyukur
kepada Allah s.w.t.”. “Ya Nabiullah, bagaimana aku tidak bersyukur
kepada Allah s.w.t.?. Allah s.w.t. telah memberiku mata yang dengannya
aku dapat melihat. telinga yang dengannya aku dapat mendengar. Allah
s.w.t. telah memberiku tangan yang dengannya aku dapat bekerja dan telah
memberiku kaki yang dengannya aku dapat berjalan, bagaimana mungkin aku
tidak mensyukurinya”, jawab si kaya itu. Akhirnya si kaya itu pun
pulang ke rumahnya. Kemudian terjadi adalah si kaya itu semakin Allah
s.w.t. tambah kekayaannya kerana ia selalu bersyukur. Dan si miskin
menjadi bertambah miskin. Allah s.w.t. mengambil semua kenikmatan-Nya
sehingga si miskin itu tidak memiliki selembar pakaianpun yang melekat
di tubuhnya. Ini semua kerana ia tidak mau bersyukur kepada Allah s.w.t.
Selasa, 27 November 2012
Kisah Motivasi || Bocah Pembeli Es Krim
Minggu
siang di sebuah mal. Seorang bocah lelaki umur delapan tahun berjalan
menuju ke sebuah gerai tempat penjual eskrim. Karena pendek, ia
terpaksa memanjat untuk bisa melihat si pramusaji. Penampilannya yang
lusuh sangat kontras dengan suasana hingar bingar mal yang serba wangi
dan indah.
"Mbak sundae cream harganya berapa?" si bocah bertanya.
"Lima ribu rupiah," yang ditanya menjawab.
Bocah
itu kemudian merogoh recehan duit dari kantongnya. Ia menghitung
recehan di tangannya dengan teliti. Sementara si pramusaji menunggu
dengan raut muka tidak sabar. Maklum, banyak pembeli yang lebih
"berduit" ngantre di belakang pembeli ingusan itu.
"Kalau plain cream berapa?"
Dengan suara ketus setengah melecehkan, si pramusaji menjawab, "Tiga ribu lima ratus".
Lagi-lagi
si bocah menghitung recehannya, " Kalau begitu saya mau sepiring plain
cream saja, Mbak," kata si bocah sambil memberikan uang sejumlah harga
es yang diminta. Si pramusaji pun segera mengangsurkan sepiring plain
cream.
Beberapa waktu
kemudian, si pramusaji membersihkan meja dan piring kotor yang sudah
ditinggalkan pembeli. Ketika mengangkat piring es krim bekas dipakai
bocah tadi, ia terperanjat. Di meja itu terlihat dua keping uang logam
limaratusan serta lima keping recehan seratusan yang tersusun rapi.
Ada
rasa penyesalan tersumbat dikerongkongan. Sang pramusaji tersadar,
sebenarnya bocah tadi bisa membeli sundae cream. Namun, ia mengorbankan
keinginan pribadi dengan maksud agar bisa memberikan tip bagi si
pramusaji.
Pesan
moral : setiap manusia di dunia ini adalah penting. Di mana pun kita
wajib memperlakukan orang lain dengan sopan, bermartabat, dan dengan
penuh hormat.
Menangis Adalah Sunnah Dalam Islam
Menangis adalah hal yang manusiawi pada diri manusia.
Menangis bukanlah menunjukkan kelemahan jiwa seseorang. Salah besar
jika ada anggapan bahwa orang yang rajin menangis adalah orang yang
jiwanya lemah. Nabi Muhammad SAW adalah sosok manusia perkasa yang ulet,
tahan uji, dan jauh dari sifat-sifat lemah. Terbukti beliau dapat
menaklukkan semua serangan atas diri beliau, baik yang datang dari
manusia, syaitan, bahkan yang datang dari hawa nafsu beliau sendiri.
Hal
ini ditegaskan oleh Allah dalam Al-Qur’an Surat An-Najmi: “ Dan,
tidaklah dia (Nabi Muhammad) itu berbicara dengan hawa nafsu, tetapi apa
yang dikatakannya adalah berdasarkan pada wahyu yang diwahyukan
kepadanya”Sosok lain adalah Umar “Al Farouq” bin Khattab radhiyallahu
‘anhu, khalifah Rasulullah yang kedua. Beliau terkenal sangat tegas
terhadap kedzaliman, dan mampu membuat kecut perut musuh-musuh Islam
berbentuk kekuatan super power sekalipun, seumpama Romawi dan Parsi.
Namun dibalik keperkasaan dan tubuh kekar yang beliau miliki, ternyata
beliau sangat mudah menangis sampai mengguguk-guguk bila berdiri sholat
menghadap Tuhannya, atau saat berdzikir menyebut dan mengingat asma
Tuhannya. Padahal Nabi dalam hadits Bukhari Muslim mengatakan bahwa
syaitan tidak akan berani berpapasan dengan Umar bin Khattab!
Sosok
lain lagi adalah Muhammad Al Fattah, penakluk Konstantinopel. Beliau
adalah seorang Pemimpin Islam yang sangat ulet dan perkasa di medan
pertempuran, namun acapkali menangis tersedu-sedu saat mengadu kepada
Tuhannya di malam hari yang sepi di kemahnya yang sederhana, di
tengah-tengah kemah pasukannya yang terlelap kelelahan karena bertempur
seharian.
Tegasnya,
sekali lagi, menangis bukanlah tanda kelemahan jiwa seorang hamba yang
menyebabkan seseorang dapat jatuh ke jurang kehinaan, namun justru sikap
terpuji yang mesti wujud pada diri setiap hamba Allah yang senantiasa
berdiri pada dua tonggak kehidupan yang sangat penting; khouf (rasa
takut) dan roja’ (rasa harap).
Di
masa sekarang ini banyak yang mencela orang yang suka menangis. Tidak
jarang ketika seseorang melihat orang lain beribadah semisal; sholat,
membaca Al Qur’an, berdzikir sambil menangis, maka orang yang melihat
perbuatannya itu justru mengejek dan merendahkan perbuatan menangis
tersebut.
Ada pula sekelompok umat Islam sekarang ini, yang sangat rajin membid’ahkan kaum muslimin yang rajin menangis.
Benarkah
menangis sebuah perbuatan yang bid’ah? Apakah ada dasarnya di dalam Al
Qur’an dan sunnah Rasul perintah menangis tersebut?
Ternyata
ada banyak sekali ayat-ayat suci al-Qur’an yang mengajarkan dan
mengkisahkan kepada kita perihal menangis ini, antara lain :
1. Surat Al Isra: 109
“Dan mereka bersujud sambil menangis dan maka bertambahlah atas mereka perasaan khusyu’”
2. Surat An Najmi: 59-60
“Apakah karena keterangan ini kamu merasa heran, lalu tertawa dan tidak menangis?”
3. Surat Maryam: 58
“…apabila dibacakan ayat-ayat Allah yang Maha Pemurah kepada mereka, maka mereka menyungkur dengan bersujud dan menangis.”
Kisah-Kisah Tangisan Dalam Hadits
Hadits 1
Dari
Ibnu Mas’ud radhiyallahu ‘anhu Rasulullah bersabda kepadaku:
“Bacakanlah kepadaku Al Qur’an. Aku menjawab, “Ya Rasulullah bagaimana
aku akan membacakan Al Qur’an kepadamu, padahal kepadamulah Al Qur’an
itu telah diturunkan. Rasul bersabda: “Aku suka mendengar Al Qur’an itu
dibaca oleh orang lain. Maka aku membaca surat An Nisa’ sampai kepada
ayat fakaifa idza ji’na min kulli ummatin bi syahidin waji’na bika ‘ala
haaulai syahidan (bagaimanakah bila Kami telah mendatangkan engkau
(Rasulullah) sebagai saksi atas semua mereka itu?) Rasulullah bersabda, “
Cukuplah bacaanmu itu Ibnu Mas’ud. Maka Ibnu Mas’ud berkata, “maka aku
menoleh pada Nabi, maka kulihat mata Nabi berlinang basah oleh air mata.
(HR. Bukhari Muslim)
Hadits 2
Anas
bin Malik radhiyallahu ‘anhu berkata, pada suatu hari Rasulullah
berkhutbah yang mana belum pernah aku mendengar khutbah Beliau yang
seperti itu. Maka Beliau bersabda dalam khutbahnya itu: “Andaikata kamu
mengetahui apa yang aku ketahui, niscaya kamu semua akan sedikit tertawa
dan banyak menangis”. Anas berkata, “saat itu para Sahabat Nabi
semuanya menutup wajah mereka sambil menangis tersedu-sedu. (HR. Bukhari
Muslim)
Hadits 3
Abu
Hurairah radhiyallahu ‘anhu berkata, bahwa Rasulullah telah bersabda,
“Tidak akan masuk ke dalam neraka, seseorang yang pernah menangis karena
takut kepada Allah, sehingga air susu kembali ke putingnya, dan tidak
akan dapat bersatu debu saat berjihad fisabillah dengan asap neraka
jahannam”. (HR. Tarmidzi)
Hadits
ini mengungkapkan bahwa mustahil bagi seseorang yang pernah menangis
berurai air mata karena takut kepada Allah saat di dunia, bakal
dimasukkan ke dalam neraka oleh Allah Azza Wa Jalla di hari kiamat.
Hadits 4
Dari
Abdullah bin As Syikhkhir dia berkata, aku datang kepada Nabi
Shallallahu ‘Alaihi Wasallam saat itu Beliau sedang melaksanakan shalat,
maka terdengarlah rintihan Nabi karena menangis seumpama air yang
sedang direbus dalam periuk. (HR. Abu Dawwud, Turmidzi)
Hadits 5
Abu
Umamah radhiyallahu ‘anhu berkata, Rasulullah telah bersabda, “Tiada
sesuatu yang lebih disukai Allah melainkan dua tetes dan dua bekas;
Tetesan air mata karena takut kepada Allah dan tetesan darah dalam
mempertahankan agama Allah. Adapun dua bekas adalah bekas perjuangan fi
sabilillah dan bekas yang timbul karena memperjuangkan hal-hal yang
diwajibkan Allah. (HR. Turmidzi)
Hadits 6.
Rasul
bersabda: “Menangislah kamu semua. Dan apabila kamu tidak dapat
menangis maka pura-pura menangislah kamu!” (HR. Ibnu Majah dan Hakim.
Dishohihkan oleh Hakim dan Dzahabi).
Dalam
hadits ini, menangis jelas ada diperintahkan oleh Rasulullah kepada
umatnya. Dan jika hati kita masih keras sehingga sulit untuk menangis,
maka Nabi memerintahkan untuk berpura-pura menangis terlebih dahulu.
Pura-pura menangis bukanlah sesuatu yang buruk. Banyak orang hari ini,
karena ketidak tahuannya, mereka selalu menghina saat melihat orang lain
berusaha keras untuk menangis dengan menuduh mereka pura-pura menangis.
Di
mata mereka pura-pura menangis adalah perbuatan hina dan dosa. Padahal
berpura-pura menangis adalah ibadah di sisi Allah Azza Wa Jalla. Kenapa
pura-pura menangis disebut ibadah? Jawabnya tidak lain karena pura-pura
menangis adalah perintah Rasulullah. Sudah diketahui dalam Islam bahwa
menjalankan sebuah perintah Nabi adalah ibadah di sisi Allah. Dan,
menjalankan sebuah ibadah akan mendapatkan pahala dan ganjaran kebaikan
dari Allah Robbul Jalal. Maka apakah pantas orang yang sedang beribadah ,
dalam hal ini pura-pura menangis, mendapatkan ejekan dari mereka yang
mengaku muslimin juga?
Hadits 7.
Dari
Al Irbad bin Sariyah radhiyallahu ‘anhu dia berkata, “Rasulullah telah
menasehati kami dengan nasehat yang menyebabkan hati kami bergetar dan
airmata kami bercucuran.” ( HR. Abu Daud)
Kisah-Kisah Tentang Tangisan Sahabat Nabi
Saat
Rasulullah sakit keras dan tidak dapat mengimami sholat dengan para
sahabat, saat itu Rasulullah memerintahkan Abu Bakar Siddiq radhiyallahu
‘anhu menjadi imam atas para Sahabat. Siti Aisyah radhiyallahu ‘anha
menceritakan bahwa jika Abu Bakar berdiri sebagai imam menggantikan
Rasulullah maka beliau akan menangis keras sekali sehingga bacaan
qur’annya tertutup (tidak terdengar oleh para Sahabat) karena suara
tangisannya itu. (HR. Bukhari Muslim)
Anas
radhiyallahu ‘anhu berkata, Rasulullah telah bersabda pada Ubay bin
Ka’ab, “Allah telah menyuruh aku membacakan surat Lam Yakunil ladzina
(Al Bayyinah) kepadamu. Ubay radhiyallahu ‘anhu bertanya, “Apakah Allah
menyebut namaku, ya Rasulullah?” Nabi menjawab “Iya. Namamu dan nama
bapakmu.” Maka menangislah Ubay bin Ka’ab radhiyallahu ‘anhu. (HR.
Bukhari Muslim).
Suatu
hari sesudah Nabi wafat, Abu Bakar dan Umar radhiyallahu ‘anhuma
mendatangi Ummu Aiman. Beliau berdua berziarah kepada Ummu Aiman karena
mengikuti perilaku Nabi yang sering menziarahi wanita mulia ini. Saat
kedua Sahabat utama Nabi tersebut sampai di rumah Ummu Aiman, serta
merta Ummu Aiman menangis. Abu Bakar dan Umar bertanya kepada Ummu
Aiman, kenapa wanita mulia itu menangis, seraya keduanya berkata,
“Tidakkah engkau mengetahui bahwa apa yang tersedia untuk Rasulullah di
sisi Allah adalah jauh lebih baik?”. Saat itu Ummu Aiman menjawab, “Aku
bukan menangis karena itu, tetapi aku menangis karena wahyu dari langit
kini telah terputus dengan wafatnya Rasulullah.” Jawaban Ummu Aiman ini
serta merta menyebabkan Abu Bakar dan Umar radhiyallahu ‘anhuma menangis
mengiringi tangisan Ummu Aiman. Kemudian mereka bertiga sama-sama
menangis. (HR. Muslim)
Beruntunglah
orang yang dapat menangis karena takut kepada Allah atau karena terharu
dalam agama, terkadang menangis juga bisa terjadi karena besarnya kasih
sayang yang diletakkan Allah dalam dada seseorang. Nabi Muhammad pernah
menangis saat melihat putra tercinta, Ibrahim dalam sakaratul maut.
Beliau berkata: “Air mata ini adalah kasih sayang yang diletakkan Allah
dalam hati setiap hamba-Nya.”
Namun
demikian, rugi rasanya jika air mata tertumpah untuk hal-hal yang
sepele, dan tidak bernilai disisi Allah Subhanahu Wa Ta’ala. Hari ini
banyak air mata tertumpah untuk hal yang sia-sia, sementara untuk agama
matanya beku tak pernah menangis.
Rasul
berpesan: “Mata yang beku yang tidak mampu menangis adalah karena hati
orang itu keras, dan hati yang keras adalah karena menumpuknya dosa yang
telah diperbuat. Banyaknya dosa yang dibuat seseorang adalah karena
orang tersebut lupa mati, sedangkan lupa mati datang akibat panjangnya
angan-angan. Panjang angan-angan muncul karena terlalu cinta pada dunia,
sedangkan terlalu mencintai dunia adalah pangkal segala perbuatan
dosa.”
Wallahu a’lam.
Indahnya Berbagi
1. Inti Semua Kebijaksanaan
Konon, ada seorang raja muda yang pandai. Ia memerintahkan semua mahaguru terkemuka dalam kerajaannya untuk berkumpul dan menulis semua kebijaksanaan dunia ini. Mereka segera mengerjakannya dan empat puluh tahun kemudian, mereka telah menghasilkan ribuan buku berisi kebijaksanaan. Raja itu, yang pada saat itu telah mencapai usia enam puluh tahun, berkata kepada mereka, “Saya tidak mungkin dapat membaca ribuan buku. Ringkaslah dasar-dasar semua kebijaksanaan itu.”
Konon, ada seorang raja muda yang pandai. Ia memerintahkan semua mahaguru terkemuka dalam kerajaannya untuk berkumpul dan menulis semua kebijaksanaan dunia ini. Mereka segera mengerjakannya dan empat puluh tahun kemudian, mereka telah menghasilkan ribuan buku berisi kebijaksanaan. Raja itu, yang pada saat itu telah mencapai usia enam puluh tahun, berkata kepada mereka, “Saya tidak mungkin dapat membaca ribuan buku. Ringkaslah dasar-dasar semua kebijaksanaan itu.”
Setelah sepuluh tahun bekerja, para mahaguru itu berhasil meringkas seluruh kebijaksanaan dunia dalam seratus jilid.
“Itu
masih terlalu banyak,” kata sang raja. “Saya telah berusia tujuh puluh
tahun. Peraslah semua kebijaksanaan itu ke dalam inti yang paling
dasariah.
Maka orang-orang bijak itu mencoba lagi dan memeras semua kebijaksanaan di dunia ini ke dalam hanya satu buku.
Tapi pada waktu itu raja berbaring di tempat tidur kematiannya.
Maka
pemimpin kelompok mahaguru itu memeras lagi
kebijaksanaan-kebijaksanaan itu ke dalam hanya satu pernyataan,
“Manusia hidup, lalu menderita, kemudian mati. Satu-satunya hal yang
tetap bertahan adalah cinta.”
Seorang
kakek sedang berjalan-jalan sambil menggandeng cucunya di jalan
pinggiran pedesaan. Mereka menemukan seekor kura-kura. Anak itu
mengambilnya dan mengamat-amatinya. Kura-kura itu segera menarik kakinya
dan kepalanya masuk di bawah tempurungnya. Si anak mencoba membukanya
secara paksa.
“Cara demikian tidak pernah akan berhasil, nak!” kata kakek, “Saya akan mencoba mengajarimu.”
Mereka
pulang. Sang Kakek meletakkan kura-kura di dekat perapian. Beberapa
menit kemudian, kura-kura itu mengeluarkan kakinya dan kepalanya sedikit
demi sedikit. Ia mulai merangkak bergerak mendekati si anak.
“Janganlah
mencoba memaksa melakukan segala seuatu, nak!” nasihat kakek, “Berilah
kehangatan dan keramahan, ia akan menanggapinya.”
3. Melawan Diri Sendiri
Kemenangan
sejati bukanlah kemenangan atas orang lain. Namun, kemenangan atas
diri sendiri. Berpacu di jalur keberhasilan diri adalah pertandingan
untuk mengalahkan rasa ketakutan, keengganan, keangkuhan, dan semua
beban yang menambat diri di tempat start.
Jerih
payah untuk mengalahkan orang lain sama sekali tak berguna. Motivasi
tak semestinya lahir dari rasa iri, dengki atau dendam. Keberhasilan
sejati memberikan kebahagiaan yang sejati, yang tak mungkin diraih
lewat niat yang ternoda.
Pelari
yang berlari untuk mengalahkan pelari yang lain, akan tertinggal
karena sibuk mengintip laju lawan-lawannya. Pelari yang berlari untuk
memecahkan recordnya sendiri tak peduli apakah pelari lain akan
menyusulnya atau tidak. Tak peduli dimana dan siapa lawan-lawannya. Ia
mencurahkan seluruh perhatian demi perbaikan catatannya sendiri.
Ia
bertading dengan dirinya sendiri, bukan melawan orang lain. Karenanya,
ia tak perlu bermain curang. Keinginan untuk mengalahkan orang lain
adalah awal dari kekalahan diri sendiri.
4. Kepercayaan Diri
Banyak
orang pandai menyarankan agar kita memiliki suatu kepercayaan diri
yang kuat. Pertanyaannya adalah diri yang manakah yang patut kita
percayai? Apakah panca indera kita? Padahal kejituan panca indera
seringkali tak lebih tumpul dari ujung pena yang patah. Apakah tubuh
fisik kita? Padahal sejalan dengan lajunya usia, kekuatan tubuh memuai
seperti lilin terkena panas. Ataukah pikiran kita? Padahal keunggulan
pikiran tak lebih luas dari setetes air di samudera ilmu. Atau mungkin
perasaan kita? Padahal ketajaman perasaan seringkali tak mampu menjawab
persoalan logika. Lalu diri yang manakah yang patut kita percayai?
Semestinya
kita tak memecah-belah diri menjadi berkeping- keping seperti itu.
Diri adalah diri yang menyatukan semua pecahan-pecahan diri yang kita
ciptakan sendiri. Kesatuan itulah yang disebut dengan integritas. Dan
hanya sebuah kekuatan dari dalam diri yang paling dalam lah yang mampu
merengkuh menyatukan anda. Diri itulah yang patutnya anda percayai,
karena ia mampu menggenggam kekuatan fisik, keunggulan pikiran dan
kehalusan budi anda.
5. Kitalah yang menciptakan masalah
Masalah
rumah tangga memang tidak pernah habis di kupas, baik di media cetak,
radio, layar kaca, maupun di ruang-ruang konsultasi. “Dari soal
pelecehan seksual, selingkuh, istri dimadu, sampai suami yang tidak
memenuhi kebutuhan biologis istri.” Ujar seorang konsultan spiritual di
Jakarta.
Kebetulan,
teman dekatnya punya masalah. Ceritanya, seiring dengan pertambahan
usia, plus karir istri yang menanjak, kehidupa perkawinannya malah
mengarah adem. Seperti ada sesuatu yang tersembunyi. Keakraban dan
keceriaan yang dulu dipunya keluarga ini hilang sudah. Si istri seolah
disibukkan urusan kantor.
‘Apa
yang harus aku lakukan,” ungkapan pria ini. Konsultasi spiritual itu
menyarankan agar dia berpuasa tiga hari, dan tiap malam wajib shalat
tahajud dan sujud shalat syukur. “Coba lebih mendekatkan diri kepada
Tuhan, Insya Allah masalahanya terang. Setelah itu, kamu ajak omong
istrimu di rumah.” Ia menyarankan.
Oke.
Sebuah saran yang mudah dipenuhi. Tiga hari kemudian, dia mengontak
istrinya. “Bagaimana kalau malam ini kita makan di restoran,” katanya.
Istriny tidak keberatan. Makanan istimewa pun dipesan, sebagai penebus
kehambaran rumah tangganya.
Benar
saja. Di restoran itu, istrinya mengaku terus terang telah menduakan
cintanya. Ia punya teman laki-laki untuk mencurahkan isi hati. Suaminya
kaget. Mukanya seakan ditampar. Makanan lezat di depanya tidak di
sentuh. Mulutnya seakan terkunci, tapi hatinya bergemuruh tak sudi
menerima pengakuan dosa” itu.
Pantas
saja dia selalu beralasan capek, malas, atau tidak bergairah jika
disentuh. Pantas saja, suatu malam istrinya pura-pura tidur sembari
mendekap handphone, padahal alat itu masih menampakkan sinyal—pertanda
habis dipakai berhubungan dengan seseorang. Itu pula, yang antara lain
melahirkan kebohongan demi kebohongan.
Tanpa
diduga, keterusterangan itu telah mencabik-cabik hati pria ini.
Keterusterangan itu justru membuahkan sakit hati yang dalam. Atau
bahkan, lebih pahit dari itu. Hti pria ini seakan menuntut, “Kalau saja
aku tidak menuntut nasihatmu, tentu masalahnya tidak separah ini.”
Si
konsultan yang dituding, “Ikut menjebloskan dalam duka.” Meng-kick
balik. “Bukankah sudah saya sarankan agar mengajak istrimu ngomong di
rumah, bukan di restoran?” Buat orang awam, restoran dan rumah sekedar
tempat. Tidak lebih. Tapi, dimata si paranormal, tempat membawa
“takdir”tersendiri.
Dan
itulah yang terjadi. Keterusterangan itu tak bisa dihapus. Ia telah
mencatatkan sejarah tersendiri. Maka jalan terbaik menyikapinya adalah
seperti dikatakan orang bijak, “Jangan membiasakan diri melihat
kebenaran dari satu sisi saja.”
Kayu
telah menjadi arang. Kita tidak boleh melarikan diri dari kenyataan,
sekalipun pahit. Kepalsuan dan kebohongan tadi bisa jadi merupakan
bagian dari perilaku kita jua. “Kita selalu lupa bahwa kita bertanggung
jawab penuh atas diri kita sendiri. Kita yang menciptakan masalah,
kita pula yang harus meyelesaikannya.” Kata orang bijak.
Pahit
getir, manis asam, asin hambar, itu sebuah resiko. Memang kiat hidup
itu tak lain adalah piawai dan bijak dalam memprioritaskan pilihan.
6. Kelenturan Sikap
Bila
anda menganggap bahwa mengatasi setiap persoalan butuh kekuatan
pendirian, ketangguhan otot, dan kekerasan kemauan, maka anda separuh
benar.
Sebuah
batu cadas yang keras hanya bisa segera dihancurkan dengan mengerahkan
segenap daya kuat. Oleh karenanya, banyak orang melatih diri agar
semakin kuat, semakin tangguh dan semakin tegar.
Namun,
seringkali kenyataan tak bisa dihadapi dengan pendirian kuat, atau
diatasi dengan ketangguhan otot, atau dipecahkan dengan kemauan keras.
Ada banyak hal yang tak bisa anda terima, namun harus anda terima. Maka,
senantiasa anda membutuhkan sebuah kelenturan sikap. Bukanlah
kelenturan sikap pertanda kelemahan, melainkan sebuah kekuatan untuk
menghadapi segala sesuatu sebagaimana ia ada. Bila anda menganggap bahwa
mengatasi persoalan adalah dengan menerima persoalan itu, maka anda
menemukan separuh benar yang lain.
Langganan:
Postingan (Atom)